Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Februari 2012

MAKALA ANTROPOLOGI MASYARAKAT PEASENT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Petani di Indonesia mayoritas merupakan petani kecil dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit (< 0,25 ha). Keterbatasan tersebut pada dasarnya bercirikan antara lain: (1) sangat terbatasnya penguasaan terhadap sumberdaya; (2) sangat menggantungkan hidupnya pada usahatani;  (3) tingkat pendidikan yang relatif rendah; dan (4) secara ekonomi, mereka tergolong miskin (Singh, 2002). Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Masyarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif (tribe) dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastuktur masyarakat yang tidak bisa dihapus begitu saja. Dari perjalanan sejarah, kaum petani pedesaan (peasantry) memiliki arti penting karena di atas puing-puing merekalah masyarakat industri dibangun. Mereka mendiami bagian “yang terbelakang” (di masa kini) dari bumi ini. Oleh sejumlah penulis, masyarakat petani di pedesaan dipandang sebagai fenomena (yang jelek) dan memperlakukannya sebagai agregat-agregat tanpa bentuk, tanpa struktur, masyarakat tradisional, serta mencap mereka sebagai manusia-manusia yang ‘terikat tradisi’ (kebalikan dari ‘modern’). Masyarakat luar desa, pertama-tama memandang kaum petani pedesaan sebagai satu sumber tenaga kerja dan barang yang dapat menambah kekuasaannya (fund of power). Padahal kenyataannya, petani juga merupakan pelaku ekonomi (economic agent) dan kepala rumah tangga; dimana tanahnya merupakan ‘satu unit ekonomi dan rumah tangga’ (Wolf, 1985).

B.     Rumusan Masalah
·         Jelaskan definisi-definisi Masyarakat Peasent menurut para ahli !
·         Jelaskan karakteristik Masyarakat Peasent !
·         Jelaskan kebudayaan Masyarakat Peasent !

C.    Tujuan
Agar dapat memahami definisi-definisi, karakteristik, dan kebudayaan masyarakat peasent.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Masyarakat Peasent

Terdapat bermacam-macam definisi yang mencoba menjelaskan pengertian tentang peasant Definisi-definisi tersebut pada dasarnya mengacu pada sistem kehidupan peasant yang mengarah pada sifat subsisten, artinya masyarakat dengan tingkat hidup yang minimal atau hanya sekedar untuk hidup. Sistem kehidupan subsisten ini bisa dikarenakan faktor kultural, yaitu sudah menjadi way of life yang diyakini dan membudaya di antara kelompok masyarakat, bisa pula karena faktor struktural yaitu karena faktor kepemilikan tanah.
·         Sajogyo mengartikan masyarakat petani sebagai masyarakat tradisional. Konteks ini hendaknya dinilai bukan semata-mata sebagai ‘sumberdaya peng-usahatani-an’ atau ‘buruh tani’ yang punya ‘nilai tukar’, penghasil ‘nilai tambah’, tetapi seharusnyalah diakui sebagai manusia, yang berpeluang untuk mendidik diri (‘rekayasa’ diartikan sebagai upaya membina hak-hak azasi manusia). Sistem ekonominya disebut ”sistem usahatani keluarga”.

·         Poerwadarminta (1985) mendefinisikan petani sebagai orang yang bermata pencaharian dengan bercocok tanam di tanah. Wolf (1985), mengkaji petani secara antropologis atau historis, dari manusia primitive hingga menjadi petani modern. Berdasarkan pemikiran dari berbagai ahli, perbandingan metamorphosis petani dikemukakan pada table 1.1

Tabel 1. Perbandingan Masyarakat Primitif; Petani, dan Petani Modern

Primitif (Tribe)
Petani (Peasant)
Petani Modern (Farmer)
·   Bertani berpindah
·   Kebutuhan primer & kerabat
·   Ada ikatan dengan tetangga
·   Surplus diserahkan ke golongan
·   Intensitas hubungan.dengan luar rendah
·   Belum ada spesialisasi
·   Belum ada sewa tanah
·    Bertani tetap
·    Subsisten
·    Ada ikatan nilai-nilai
·    Surplus diserahkan ke penguasa
·    Intensitas hub.dengan luar tinggi
·    Semi spesialisasi/campuran
·    Sudah ada sewa tanah.
·     Rumah kaca
·     Keuntungan maksimum
·     Hubungan longgar dalam simbol
·     Surplus sebagai keuntungan
Mobilitas tinggi
·     Spesialisasi/profesional
·     Cenderung sewa

Sumber: Direduksi dari Sahlins (1960) dan Malinowski (1922).

·         Kroeber (dalam: Marzali, 2003), peysan (peasant) adalah masyarakat pedesaan, hidup berhubungan dengan kota dekat pasar (seperti telah dikemukakan sebelumnya). Posisi petani peysan dalam perkembangan sosio-kulturalnya, adalah:
(1) berada di antara masyarakat modern dan primitif;
(           (2) bersama dengan masyarakat primitif dan petani farmer; masyarakat yang hidup menetap dalam         komunitas pedesaan;
            (3) dari sudut perkembangan mode of production, berada pada tahap transisi antara petani primitif dan petani farmer.

·         Peasant adalah petani yang setingkat lebih maju dari cultivator. Cara hidup peasant telah menetap, tidak berpindah-pindah lagi seperti cultivator dan hidup dalam sebuah desa dengan strukrur sosial yang heterogen. Kegiatan bercocok tanam telah menggunakan teknik-teknik pengolahan yang tidak lagi bergantung pada unsur hara tanah, seperti irigasi untuk pengairan atau menggunakan bajak untuk menggaruk permukaan tanah.

·         Ave mengemukakan pengertian masyarakat petani dari sisi mata pencaharian (Wolf, 1985). Pada awalnya manusia memulai mata pencaharian dari meramu dan berburu, yang berubah menjadi peladangan berpindah, kemudian menjadi daerah peladangan menetap. Daerah ini kemudian berkembang menjadi daerah pertanian dengan menggunakan peralatan sederhana. Akhirnya, dengan berkembangnya sistem pengairan (irigasi) dan teknologi di bidang pertanian, berkembang kehidupan social bermasyarakat dan membentuk suatu lingkungan hidup, meningkatkan intensitas hidup dan berinteraksi di antara masyarakatnya.

B.     Karakteristik Masyarakat Peasent

Sehubungan dengan pola kebudayaan subsisten peasant, Everett M. Rogers mengemukakan tentang karakteristik dari subkultur peasant yaitu saling tidak mempercayai dalam berhubungan antara satu dengan yang lainnya, pemahaman tentang keterbatasan segala sesuatu di dunia, sikap tergantung sekaligus bermusuhan terhadap kekuasaan, familisme yang tebal, tingkat inovasi yang rendah, fatalisme, tingkat aspirasi yang rendah, kurangnya sikap penangguhan kepuasan pandangan yang sempit mengenai dunia, dan derajat empati yang rendah. Karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Everett M. Rogers tersebut di atas tidak semua cocok dengan karakteristik peasan di Indonesia. Peasant di Indonesia lebih cenderung saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan kebersamaan/kolektivitas yang tinggi.

v  Menurutnya, sedikitnya empat karakteristik utama dalam masyarakat petani, yaitu:
·         satuan rumahtangga (keluarga) petani adalah satuan dasar dalam masyarakat yang  berdimensi ganda;
·         petani hidup dari usahatani dengan mengolah tanah;
·         pola kebudayaan petani berciri tradisional dan khas; dan
·         petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat sebagai “wong cilik” (orang kecil) terhadap level masyarakat di atas desa (Scott, 1993).

v  Kurtz (2000) menemukan empat dimensi karakteristik pokok dalam definisi”peasant”, yaitu:
(1) Petani sebagai rural cultivators (”pengolah tanah di pedesaan”). Menurut Popkin, ”pilihan rasional” berlaku bagi ”peasant” tanpa membedakannya dari ”petani lain”.
(2) Dimensi ”komunitas petani”, bercirikan petani yang jelas dan membedakannya dari pola budaya ”urban”. Cenderung diacu para antropolog (contoh: Redfield).
(3) Petani yang menghidupi komunitas tersubordinasi kuat oleh sesuatu kekuasaan luar. Digagas oleh pakar pengembang teori ”ekonomi moral” (contoh: Scott).
(4) Petani merupakan kombinasi yang berbeda dari ketiga dimensi di atas, yaitu sebagai ”rural cultivators”, komunitas tersubordinasi,  dan penguasaan/pemilikan. (contoh: Wolf, salah seorang pengikut teori Marx).
(5) Mengacu pada empat dimensi arti ”peasant” sekaligus, yang mengikuti teladan Weber (contoh: Moore), namun sangat jarang diacu oleh pakar antropologi.
 
Sistem Ekonomi Pertanian Mayarakat Desa Berbicara ekonomi masyarakat desa berarti berbicara tentang bagaimana masyarakat desa memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sistem ekonomi masyarakat desa terkait erat dengan sistem pertaniannya. Akan tetapi sistem pertanian masyarakat desa tidak hanya mencerminkan sistem ekonominya melainkan juga mencerminkan sistem nilai, normanorma sosial atau tradisi, adat istiadat serta aspek-aspek kebudayaan lainnya. Pengertian di atas menunjukkan bahwa masyarakat desa menyikapi sistem pertaniannya sebagai way of life. Sistem pertanian yang ada di Indonesia berdasarkan pembagian dari D. Whitlesey meliputi tipe bercocok tanam di ladang, bercocok tanam tanpa irigasi yang menetap, bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan irigasi sederhana berdasarkan tanaman pokok padi, dan pertanian buah-buahan. Sedangkan berdasarkan pembagian dari Frithjof di Indonesia terdapat dua tipe sistem pertanian yaitu perladangan berpindah, pertanian keluarga, dan pertanian kapitalistik. Sedangkan Dr. Murbyarto membedakan dua sistem pertanian yaitu pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Sehubungan dengan sistem ekonomi maka sistem pertanian meliputi tiga era, yaitu era bercocok tanam yang bersahaja, era pertanian prakapitalistik, dan era pertanian kapitalistik. Pada awal ditemukannya cocok tanam, kegiatan pertanian nenek moyang kita hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri, belum melembaga sebagai pertukaran. Sedangkan pada era pra-kapitalistik, bercocok tanam tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan melainkan juga mencakup kebutuhan-kebutuhan lain di luar kebutuhan pangan. Pada era inilah sistem pertanian mulai identik dengan sistem ekonomi. Pada era kapitalistik, sistem pertanian tidak hanya dikelola untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga melainkan dengan sengaja dan sadar diarahkan untuk meraih keuntungan (profit oriented).

Keterkaitan sistem ekonomi dengan sistem sosial berhubungan dengan tingkat penggunaan teknologinya. Pada masyarakat petani yang belum menggunakan teknologi modern dan belum komersial, maka hubungan-hubungan sosial yang ada menunjukkan keakraban, serba informal, serta permisif. Di lain pihak pertanian yang dikelola dengan menggunakan teknologi modern, hubungan sosialnya cenderung tidak lagi akrab, informal dan permisif. Ilmu ekonomi tergolong yang paling “minimalis” karena terpaku pada pengamatan bahwa “peasant” itu berusaha dalam pembudidayaan tanaman dan hewan di pedesaan. Antropologi menambahkan aspek kedua, yaitu mengenali masyarakat “peasant” itu dari sejumlah ciri-ciri pola budaya masyarakat. Ilmuwan politik sosial beraliran “ekonomi moral”(Scott) masih menambahkan ciri yang ketiga: masyarakat “peasant” itu dicirikan oleh tingkat sub-ordinasi yang tinggi, terkait pengaruh “patron” yang lebih kuasa.Dibanding dengan itu, Weber menjelaskan ke-kompleks-an “masyarakat peasant”.
 
Peasant telah mengenal sistem jual beli, sehingga orientasi produksinya adalah untuk diperjualbelikan, lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja. Untuk dapat memperjualbelikan hasil produksinya, peasant telah memiliki hubungan dengan kehidupan perkotaan sebagai penghasil pangan. Memahami proses dari “peasant” menjadi “farmer” adalah babak pertama dalam proses memahami modernisasi dan pembangunan: dan masih perlu disambungkan ke proses “dari orang desa menjadi orang kota”!
C.    Kebudayaan Masyarakat Peasent

Mencermati Gambar 1, aliran Marxian melihat akses perekonomian dan pemilikan sumberdaya petani dengan mengkategorikan atas petani kaya dan petani miskin. Aliran antropoligis mengkaji masyarakat petani dari sisa-sisa peninggalan dan keterbelakangan kebudayaannya. Chayanov mengkaji perkembangan masyarakat petani dengan usahatani keluarga, subyektifitas garapan terhadap keseimbangan perekonomian petani, dan jangkauan petani yang makin terbuka terhadap berbagai akses pembangunan.
                                                      
Sementara itu, Van Vollenhoven (Gambar 2) menggambarkan masyarakat petani sebagai masyarakat desa yang dilatarbelakangi kesatuan agroekosistem (alam/geografi) dan kebudayaan. Kesatuan lingkungan geografisnya terutama terkait dengan penguasaan dan pengusahaan sumberdaya lahan. Sedangkan kesatuan kebudayaan (kultural) meliputi berbagai aturan-aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat petani tersebut. Berbagai aturan tersebut antara lain meliputi aturan adat, penduduk asli, tanah, lahan garapan, hubungan kekeluargaan, dan kehidupan ekonomi masyarakat (rakyat) desanya.


BAB III
PENUTUP

      A.    Kesimpulan
Dari definisi-definisi Masyarakat Peasent di atas saya dapat menyimpulkan bahwa :

“Masyarakat Peasant adalah petani yang setingkat lebih maju dari cultivator. Cara hidup peasant telah menetap, tidak berpindah-pindah lagi seperti cultivator dan hidup dalam sebuah desa dengan strukrur sosial yang heterogen. Kegiatan bercocok tanam telah menggunakan teknik-teknik pengolahan yang tidak lagi bergantung pada unsur hara tanah, seperti irigasi untuk pengairan atau menggunakan bajak untuk menggaruk permukaan tanah.”

      B.     Saran
Perlu adanya perhatian pemerintah dalam hal mengatasi masalah keterbatasan petani yang menjadi penyebab kemiskinan lebih merupakan kondisi struktural sehingga dapat membantu kondisi ekonomi dari masyarakat peasent tersebut.

Senin, 27 Februari 2012

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN PRODUK PERIKANAN


TUGAS
EKONOMI MIKRO
“ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN PRODUK PERIKANAN”




DISUSUN
OLEH :
FITRIANI BORUT
2010-68-014

PROGRAM STUDI AGROBISNIS
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2011




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan makalah ini, pada mata kuliah EKONOMI MIKRO tepat pada waktunya.
Penulis sadar sungguh bahwa terbentuknya makalah ini, berkat dan rahmat ALLAH SWT, dosen mata kuliah, dan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini dibuat.Semoga dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
     Terimakasih


                                                             Ambon, Desember 2011

                                                          Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
B.      Perumusan Masalah
C.      Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.      Teori Permintaan dan Penawaran
B.      Keseimbangan Pasar
C.      Biaya-biaya dan Harga (Price)
D.      Penerimaan (Total Revenue - TR)
E.       Keuntungan (Laba)
BAB III METODE PRAKTIKUM
             A.      Metode Praktikum
             B.      Lokasi Praktikum
             C.      Metode Pengumpulan Data
             D.      Analisis Data
BAB IV PEMBAHASAN
A.      Karakteristik Responden
B.      Penerimaan Total (TR), Biaya Total (TC) dan Keuntungan
C.      Kondisi Keseimbangan Pasar yang Tercipta
BAB VPENUTUP
             A.      Kesimpulan
             B.      Saran
Lampiran
-                     Tabel rekapitulasi data
-                      Dokumentasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
          Pengembangan sector perikanan secara umum di indonesia diarahkan pada upaya peningkatan produksi hasil perikanan yang kegunaan serta manfaatnya adalah untuk meningkatkan pendapatan nelayan, peningkatan gizi serta perluasan lapangan kerja dan meningkatkan devisa bagi Negara (Talakua, 2002). Sejalan dengan arah pengembangan perikanan tersebut, maka terlihat bahwa pemanfaatan sumberdaya hayati laut di Indonesia  diarahkan pada usaha pemerataan pembangunan perikanan secara menyeluruh agar mencapai suatau efisiensi usaha yang sebesar-besarnya bgi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
          Pada umumnya dalam mengembangkan usaha perikanan komersial, keuntungan (profit) merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh pengusaha.Mereka berusaha untuk menekan biaya serendah mungkin untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
B.    Perumusan Masalah
          Usaha perikanan yang dilakukan oleh pedagang yang berasal dari kalangan masyarakat biaya.Dengan tingkat pendidikan yang rendah namun mempunyai pengalaman.Mereka merasa cukup dengan hanya mengetahui berapa besar pengeluaran, penjualan dan keuntungan saja tanpa mengetahui posisi keuangan dari usaha yang sementara berjalan.Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi masalah pokok dalam penulisan ini adalah “Bagaimana Penerimaan, pengeluaran, dan keuntungan yang didapatkan oleh pedagang ikan dalam waktu yang ditentukan”.
C.    Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan praktikum ini adalah :
-          Menganalisis keadaan yang terjadi di pasar penjualan produk perikanan dalam hal ini permintaan dan penawaran
-          Menganalisi biaya dan pendapatan pedagang ikan di Desa Batu Merah Kecamata Sirimau


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Teori Permintaan dan Penawaran
          Teori penawaran dan permintaan (bahasa Inggris: supply and demand) dalam ilmu ekonomi, adalah penggambarkan atas hubungan-hubungan di pasar, antara para calon pembeli dan penjual dari suatu barang. Model penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar.Model ini sangat penting untuk melakukan analisa ekonomi mikro terhadap perilaku serta interaksi para pembeli dan penjual.Ia juga digunakan sebagai titik tolak bagi berbagai model dan teori ekonomi lainnya. Model ini memperkirakan bahwa dalam suatu pasar yang kompetitif, harga akan berfungsi sebagai penyeimbang antara kuantitas yang diminta oleh konsumen dan kuantitas yang ditawarkan oleh produsen, sehingga terciptalah keseimbangan ekonomi antara harga dan kuantitas. Model ini mengakomodasi kemungkian adanya faktor-faktor yang dapat mengubah keseimbangan, yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk terjadinya pergeseran dari permintaan atau penawaran.
-          Permintaan
          Adalah sejumlah barang atau jasa yang diinginkan dibeli atau dimiliki pada berbagai tingkat harga pada waktu tertentu.Fungsi permintaan dalam ilmu ekonomi adalah sebuah fungsi yang menunjukan hubungan antara harga barang dengan jumlah barang yang diminta oleh masyarakat."Fungsi Permintaan" berasal dari dua kata, yaitu fungsi dan permintaan."Fungsi" adalah ketergantungan suatu variabel dengan variabel lainnya. Fungsi secara umum ditulis y = F(x). Secara grafik, digambarkan dengan y = sumbu vertikal, x = sumbu horizontal dan F menyatakan ketergantungan y terhadap x. Sedangkan "permintaan" adalah banyaknya barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
          Dalam ilmu ekonomi, fungsi permintaan ditulis sebagai p = F(q). Dimana p, garis vertikal, adalah Price (harga barang), dan q, garis horizontal, adalah Quantity of Goods (Banyaknya barang), dan F menyatakan ketergantungan antara harga dengan jumlah barang.

Fungsi permintaan memiliki beberapa sifat khusus, di antaranya:
• Fungsi permintaan bersifat negatif. Artinya, jika nilai p bertambah, maka nilai q akan
berkurang, begitu juga sebaliknya. Hingga suatu saat nilai p akan menyentuh titik tertinggi (harga maksimal), titik q akan menyentuh titik terendah (barang tidak ada), sebaliknya, q akan menjadi barang bebas jika titik p mencapai titik terendahnya (harga 0 atau gratis).
• Titik titik pada fungsi permintaan tidak dapat memiliki nilai negatif dan tidak mungkin bernilai tak terhingga (~), ini berarti fungsi permintaan selalu terletak di kuadran I.
• Fungsi permintaan bisa berbentuk linier atau kurva.
• Fungsi permintaan memiliki fungsi satu-satu, artinya, satu titik p hanya untuk satu titik q, begitu juga sebaliknya. Misalnya, pada tingkat harga (p) Rp. 500,00, jumlah barang (q) yang diminta adalah 5 buah; pada tingkat harga Rp. 100,00 jumlah barang yang diminta naik menjadi 10 buah.
      Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan :
·                  Harga barang itu sendiri.
·                  Harga barang lain yang berkaitan.
·                  Tingkat pendapatan.
·                  Selera konsumen.
·                  Ekspektasi/perkiraan.

-       Kurva Permintaan
          Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara harga suatu produk dengan kuantitas yang diminta, jika hal-hal lainnya konstan/ceteris paribus.Permintaan ber-slope negatif terhadap harga (hukum permintaan). Dengan kata lain, ketika harga naik permintaan akan turun, dan ketika harga turun permintaan akan naik.
Kurva permintaan adalah suatu kurve yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diminta oleh para pembeli.Kurve permintaan dibuat berdasarkan data riel di masyarakat tentang jumlah permintaan suatu barang pada berbagai tingkat harga, yang disajikan dalam bentuk tabel.

-          Penawaran
Adalah keseluruhan jumlah barang yang bersedia ditawarkan pada berbagai tingkat harga tertentu dan waktu tertentu.Jika harga naik, jumlah barang yang ditawarkan bertambah.Begitu juga ketika harga turun, maka jumlah barang yang ditawarkan juga turun atau semakin sedikit.Seperti halnya pembeli, apakah penjual juga hanya memperhitungkan faktor harga saja dalam menyusun daftar penawaran?Tentu saja tidak.Pada kenyataannya banyak faktor yang memengaruhi penawaran penjual.Namun ketika merumuskan penawaran, cukup dengan menghubungkan harga dan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan.Faktor-faktor selain harga dianggap tidak berubah (ceteris paribus).
-           Hukum Penawaran
                Hukum penawaran menunjukkan keterkaitan antara jumlah barang yang  ditawarkan dengan tingkat harga. Dengan demikian bunyi hukum penawaran         berbunyi:

Hukum penawaran akan berlaku apabila faktor-faktor lain yang memengaruhi penawaran tidak berubah (ceteris paribus).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran:
·      Harga barang itu sendiri.
·      Harga sumber produksi.
·      Tingkat produksi.
·      Ekspektasi/perkiraan.
·      Pengertian permintaan

-           Kurva Penawaran
Kurva penawaran adalah suatu kurva yang menunjukkan hubungan antara harga barang dengan jumlah barang yang ditawarkan.



B.    Keseimbangan Pasar
KURVA KESEIMBANGAN


C.    Biaya-biaya dan Harga (Price)
Biaya (Cost)
Biaya (cost) produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi guna memproduksi output.Atau biaya adalah semua pengeluaran yang harus ditanggung untuk menyediakan barang atau jasa agar siap dipakai oleh konsumen.Biaya-biaya yang dikeluarkan berupa biaya variabel dan biaya tetap.
Macam-macam biaya, yaitu :
1. Total Fixed Cost(ongkos total tetap) adalah jumlah ongkos yang tetap yang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi.Contoh penyusutan, sewa, dsb.Biaya total (TFC) tidak tergantung pada kuantitas output (Q),sedangkan biaya variabel total bergantung pada kuantitas output.
2. Total Variabel Cost ( ongkos variabel total ) adalah jumblah ongkos-ongkos yang dibayarkan yang besarnya berubah menurut tingkat yang dihasilkan.Contoh ongkos bahan mentah, tenaga kerja dan sebagainya.
3. Total Cost (ongkos total ) adalah penjumblahan antara ongkos total tetap dengan ongkos total variabel. TC = TFC + TVC
4. Averege Fixed Cost ( ongkos tetap rata-rata ) adalah ongkos tetap yang dibebankan untuk setiap unit output.AFC = (TFC / Q)*QBiaya tetap rata-rata (AFC) menurun secara kontinyu sampai mendekati garis horisontal, karena AFC = TFC/Q
5. Averege Fixed Cost (ongkos variabel rata-rata) adalah ongkos variabel yang dibebankan untuk setiap unit output.AVC = TVC/Q
6. Averege Total Cost (onggkos total rata-rata) adalah ongkos produksi yang dibebankan untuk setiap unit output.ATC = TC / Q
7. Marginal Cost (ongkos marginal) adalah tambahan atau berkurangnya ongkos total karena bertambahnya atau berkurangnya satu unit output.MC = ∆TC / ∆Q = ∆TVC / ∆Q
D.   Penerimaan (Total Revenue - TR)
Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh dari harga jual dikalikan dengan total produksi. Diaplikasikan dalam total penerimaan yang diterima oleh pedagang diperoleh dari  harga beli / Loyang atau ember yang di dalamnya berisikan berapa ekor ikan yang ada pada Loyang tersebut dikalikan dengan harga jual pertamba atau perekor.

E.    Keuntungan (Laba)
Setiap usaha yang dilakukan pada saat operasi penangkapan ikan diharapkan mendapatkan pendapatan dari hasil penjualan melebihi biaya operasional yang dikeluarkan. Pendapatan yang diterima oleh penjual di Desa Batu Merah adalah selisih antara total penerimaan dikurangi dengan biaya operasional atau biaya variabel yang dikeluarkan pada setiap kali melakukan kegiatan penjualan ikan.
p       = TR – TC
















BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.   Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (2003), tujuan dari praktikum deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

B.    Lokasi Praktikum
Praktikum dilaksanakan di Pasar Batu Merah, Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon pada Hari Rabu, 07 Desember 2011. Pada jam 16.50 – selesai.

C.    Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi identitas responden, operasional, biaya, penerimaan, dan keuntungan yang dilakukan dengan teknik pengamatan berperan serta (participant-observation) yaitu saya terlibat secara langsung yang dikatakan dan dilakukan oleh responden, melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disediakan sebagai pedoman untuk memperoleh informasi lebih banyak dan mendalam.

D.   Analisis Data
Untuk menjawab beberapa tujuan,maka data praktikum dianalisis dengan cara sebagai berikut :
a.       Kondisi social responden menyangkut Umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah keluarga, pengalaman usaha atau lama usaha,  dll yang dianalisis secara deskriptif.
b.      Kondisi responden menyangkut biaya dan pendapatan yang dianalisis menggunakan rumus besar keuntungan menurut Boedjono (2006). Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif sebagai berikut :
Besarnya keuntungan yang diperoleh dihitung menggunakan rumus :
p   = TR – TC ……………………………………………………………………………………   (1)
Dimana :
p   = Nilai keuntungan atau pendapatan
TR = Penerimaan Total
TC = Pengeluaran Total
Pada persamaan (1) nilai TR dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
      TR = y .Py ...................................................................................    (2)
Dimana :
y   = Jumlah Produksi
Py = Harga Jual
Pada persamaan (1) nilai TC dapat di peroleh dengan rumus sebagai berikut :
      TC = TFC + TVC
Dimana :
TFC = Total Biaya Tetap
TVC = Total Biaya Variabel
Sehingga
p        = (y . Py) – (TFC + TVC)
Dimana :
y   = Jumlah Produksi
Py = Harga Jual
TFC = Total Biaya Tetap
TVC = Total Biaya Variabel













BAB IV
PEMBAHASAN
A.   Karakteristik Responden
1.       Umur
Menurut soedomo (1991) umur adalah suatu karakteristik khusus dalam tiap individu dalam hal ini sebagai manusia yang bertumbuh, hidup, dan besarnya dapat mempengaruhi keberadaan akan fungsi biologis sebagai manusia. Karakteristik responden berdasarkan kategori umur dapat dilihat pada table berikut.
Kelompak Umur
Jumlah Responden
Presentasi
Kurang produktif
( < 25 tahun )
2
40%
Sangat produkti
( 25 – 45 )
2
40%
Produktif
( 45 – 65 )
1
20%
Jumlah
5
100%

Berdasarkan data-data yang tertera pada table, terlihat bahwa total jumlah responden sebanyak 5 orang, 2 orang yang masuk dalam kategori kurang produktif yaitu seseorang belum mempunyai kematangan dalam melakukan aktifitas sebagai penjual ikan, responden yang berumur 25-45 ada 2 orang yang dalam presentasi adalah 40% dikatakan sangat produktif karena kategori umur tersebut, seseorang telah dianggap memiliki kematangan sehingga akan memungkinkan yang bersangkutan dalam melakukan aktifitas menjual ikan, jika dibandingkan dengan kategori umur ¸ < 25 tahun.

2.       Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan karakteristik yang sangat mempengaruhi kemampuan intelektual seseotang, baik dalam menyerap, menyebarkan maupun memanfaatkan informasi-informasi yang diperoleh untuk kepentingan.Hasil praktikum dilapanagan membuktikan bahwa responden dengan tingkat pendidikan SD yang terbanyak bermata pencaharian sebagai nelayan.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Presentasi %
SD
3
60%
SMP
1
20%
SMA
1
20%
Jumlah
5
100%

Berdasarkan data-data yang tertera apad table, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan formal setiap responden pada Desa Batu Merah sebagian besar ada pada jenjang.Jumlah responden terbanyak memiliki pendidikan formal terakhir SD 3 orang.Pendidikan jenjang SD sudah cukup untuk profesi mereka tidak perlu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, selain itu factor biaya juga menjadi penghambat bagi nelayan tradisional saat itu, untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.

3.       Pengalamanan usaha
Pengalaman usaha merupakan lama seseorang menjalani suatu bidang usaha. Semakin lama seseorang menggeluti suatu bidang usaha, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki pengalaman usaha yang tinggi. Pengalaman menentukan kecakapan seseorang menggeluti usahanya. Karakteristik responden berdasarkan kategori pengalaman usaha dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman usaha
Pengelompokkan pengalaman usaha
Jumlah Responden
Presentasi %
Rendah ( < 7 tahun )
2
40%
Sedang ( 7 – 12 tahun )
2
40%
Tinggi ( > 12 tahun )
1
20%
Jumlah
5
100%

Berdasarkan data-data yang tertera pada tabel, dapat dilihat bahwa responden pedagang ikan yang diteliti, memiliki pengalaman usaha 5-13 tahun, pengalaman tersebut menunjukan bahwa pedagang cukup matang dan trampil dalam usaha penjualan ikan.
4.       Jumlah keluarga
Jumlah keluarga merupakan factor yang mendorong para pedagang ikan agar lebih keras berusaha memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan tiap hari. Lebih jelas kita lihat pada tabel.
Tabel jumlah keluarga Responden
Kategori jumlah keluarga (orang)
Jumlah Responden
Presentase %
Rendah  ( < 5 )
3
60%
Sedang ( 6 – 10 )
2
40%
Tinggi ( > 10 )
-

Jumlah
5
100%

B.   Penerimaan Total (TR), Biaya Total (TC) dan keuntungan
-       Penerimaan Total
Diaplikasikan dalam total penerimaan yang diterima oleh pedagang diperoleh dari  harga beli / Loyang atau ember yang di dalamnya berisikan berapa ekor ikan yang ada pada Loyang tersebut dikalikan dengan harga jual pertamba atau perekor. Ikan yang di beli oleh ibu ina dari nelayan atau perusahaan adalah ikan jenis kawalinya. Yang di dalam Loyang terdapat 420 ekor ikan kawalinya dan dijual 7 ekor dengan harga 10.000.
Berarti 420 ekor yang dibeli dalam 1 loyang dibagi 7 ekor yang dijual dalam 1 tampa yaitu 60 tampaikan yang dapat dijual dengan harga 10.000 per tampa. Sehingga 60 dikalikan 10.000 = 600.000,- Penerimaan yang diterima oleh ibu ina dalam sehari. Berikut ini data yang diaplikasikan lagsung dalam tabel.


Penerimaan
Harga
Produksi (jumlah ikan/ekor yang di beli dalam 1 loyang/ ember)
420/ekor
Harga (jumlah ikan/ ekor yang dijual dalam 1 tampa )
10.000 (7 ekor 1 tampa)
Total
600.000


-       Biaya Total (TC)

Biaya total adalah jumlah dari total biaya tetap dengan biaya variabel yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha penjualan ikan. Berikut adalah penggelompokan biaya-biaya yang dikeluarkan berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel.
·         Biaya tetap
Biaya tetap adalah jenis biaya yang selama 1 periode kerja tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan. Biaya tetap yang aktifitas penjualan ikan segar yakni biaya penyusutan yang meliputi Loyang dan collbox atau cold storage dan modal usaha yang berarti sejumlah dan atau ongkos yang harus disiapkan terlebih dahulu oleh wirausaha,, sebelum usaha dijalankan (leatemia,2008).
Jenis Biaya
Harga
1.       1. Biaya Tetap (VC)

    Coll box
70.000
    Loyang/ember
30.000
    Retribusi
                                                                              2.000
    Biaya Parkir
                                                                                3.000
Total TFC
105.000
·         Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dipakai untuk menunjang usaha. Biaya variabel adalah biaya yang berubah besarnya menurut tinggi rendahnya jumlah output yang diproduksi. Biaya variabel yang dikeluarkan responden terdiri dari es balok, bekal/rokok, transport, biaya pikul, retribusi, dan biaya parker.
Jenis Biaya
Harga
2.     Biaya Variabel (VC)

Es balok
15.000
Bekal/rokok
11.000
Transport
10.000
Biaya Pikul
5.000
Total TVC
41.000
Total Pengeluaran (TC)
TC = TFC + TVC, Total biaya tetap dari modal, cold storage atau coll box adalah 105.000 dan total biaya variabel dari es balok, bekal/rokok, transport, biaya pikul, retribusi, dan biaya parker adalah 41.000. jadi total pengeluaran dari ibu ina sebesar 146.000.
 TC = 105.000 + 41.000
       = 146.000

-     Keuntungan
Setiap usaha dalam hal ini adalah sebagai penjual ikan diharapkan mendapatkan pendapatan atau keuntungan dari hasil penjualan melebihi biaya operasional yang dikeluarkan. Pendapatan yang diterima oleh penjual ikan di Desa Batu Merah adalah selisih antara total penerimaan di kurangi biaya-biaya yang dikeluarkan setiap kali kegiatan penjualan ikan.
p        = TR – TC  atau= y . Py – (TFC + TVC)
Keuntungan (laba)
TR
600.000
TC
146.000
Hasil keuntungan yang diperoleh
454.000

-     Kondisi Keseimbangan pasar yang tercipta


BAB V
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Berdasarkan dari praktikum yang dilakukan maka saya dapat mengambil kesimpulan bahwa :
1.       Keselurahan dari responden berjualan ikan untuk memenuhi kebutuhan dan kondisi ekonomi dari keluarga. Didalam penjualan ikan tersebut terdapat teori-teori ekonomi yaitu teori permintaan dan teori penawaran serta factor-faktor yang mempengaruhi kedua teori tersebut.
2.       Penerimaan dan pendapatan yang diterima oleh pedagang ikan dihasilkan oleh produksi ikan yang dibeli dari perusahaan atau nelayan ( 1 loyang ada berapa ekor ikan ) dan dibagi jumlah ikan per ekor dalam 1 tampa. Kemudian hasil itu dikalikan dengan harga ikan yang dijual pada konsumen atau pembeli.
TR = y . Py
Biaya variabel dan biaya tetap di tambahkan agar dapat memperoleh total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang selama aktifitas penjualan ikannya. Kemudian juga pendapatan pedagang diperoleh dari total penerimaan di kurangi dengan total pengeluaran.
p        = TR – TC

B.    Saran
1.       Diharapkan instansi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan memperhatikan keadaan pedagang ikan di Desa Batu Merah, terutama dalam pemberdayaan modal, teknologi dan keterampilan usaha yang tepat demi kelangsungan usaha pedagang ikan sebagai salah satu mata rantai pemasaran perikanan.

 
LAMPIRAN

-          Tabel Rekapitulasi Data
No
Nama
Umur
Tingkat  pendidikan
Pengalaman usaha
Jumlah keluarga
1
Ibu Ina
44 Tahun
SMP
9 Tahun
4
2
Ibu Ama
22 Tahun
SD
2 Tahun
3
3
Ibu Ida
32 Tahun
SD
6 Tahun
6
4
Pak Ibrahim
54 Tahun
SMA
13 Tahun
6
5
Pak Alu
23 Tahun
SD
5 Tahun
3